Akhirnya.... Sebuah Horor (My Review About "Rumah Dara")

on Thursday, January 21, 2010
Saya bukan penggemar film horor. Setelah menonton Jelangkung di televisi swasta serta Kuntilanak di bioskop, saya bahkan mengalami susah tidur selama beberapa hari. Sifat penakut saya ini yang akhirnya membuat saya menghindari menonton film horor di bioskop selama ini. Keemohan saya makin bertambah setelah menjamurnya film horor yang menampilkan wanita seksi berpakaian minim, karena sebagai seorang perempuan saya tidak akan mendukung film horor, atau film apapun, yang sebagian atau keseluruhan kontennya mengeksploitasi perempuan.

Lalu datang Rumah Dara. Sebuah film horor/thriller muncul menawarkan sesuatu yang berbeda di tengah sesaknya bioskop Indonesia oleh film ‘horor’ yang penuh dengan segala jenis hantu, setan, mahluk halus, siluman dan wanita berpakaian minim. The Mo Brothers (Kimo Stamboel dan Timo Tjahjanto) sebagai sutradara tidak ikut terhanyut dalam efek domino sineas Indonesia yang ramai-ramai mengulik segala macam jenis hantu, melainkan menciptakan horor versi mereka sendiri, yaitu horor yang datang dari sosok bernama Ibu Dara, serta ketiga anaknya: Adam, Arman dan Maya. Film yang merupakan lanjutan dari film pendek Dara (merupakan bagian dari antologi horor Takut) ini menampilkan teror yang tetap mampu membuat penonton tercekam dan mengkeret ketakutan di kursi bioskop dengan sajian darah, potongan tubuh, teriakan histeris para korban, serta raut wajah dingin Ibu Dara dan ketiga anaknya saat menghabisi korban. Tingkah Ibu Dara, Adam, Arman dan Maya seolah ingin menunjukkan bahwa horor tidak hanya ditemukan pada sosok mahluk halus penunggu tempat-tempat tertentu, melainkan juga ada pada sosok manusia.

Dari segi pemain, kredit tertinggi jelas patut diberikan pada Shareefa Daanish yang memerankan Ibu Dara. Dengan signature berupa gestur, tatapan mata yang tajam menusuk, tone suara berat, dan keramahan menjamu pengunjung rumahnya, tidak akan ada yang menyangka bahwa sosok Ibu Dara yang dari luar nampak keibuan ini dapat berubah menjadi seorang pembunuh berdarah dingin yang dapat menghabisi korbannya dengan raut datar seolah tindakannya merupakan kegiatan sehari-hari untuknya. Dan semua itu dimainkan Shareefa Daanish seolah-olah dia dan Ibu Dara adalah sosok yang sama dan tidak ada orang lain yang bisa memerankan Ibu Dara selain dia, menjadikan Ibu Dara sebagai sosok villain terbaik di film Indonesia yang pernah saya lihat! Saya juga salut dengan Arifin Putra yang dalam film ini membuang jauh-jauh image bintang film remaja yang ganteng dan digilai banyak ABG, karena dalam film ini ia telah bertransformasi menjadi mesin pembunuh bernama Adam! Saya nggak akan bercerita banyak tentang tingkah laku Adam di film ini karena hanya akan berujung ke spoiler, namun saya bisa mengatakan bahwa sosok Adam yang kalem cenderung misterius ini dipastikan akan membuat cewek manapun akan ketakutan kalau bertemu dengannya. Saya sempat membaca di sebuah majalah remaja bahwa sosok Adam dalam film ini akan sedikit mengingatkan penonton pada ‘hottie of the universe’ bernama Edward Cullen, namun setelah menyaksikan film ini saya mendapati bahwa Adam bahkan lebih maskulin dibandingkan Edward. Dua saudara Adam, Arman dan Maya juga ditampilkan dengan gaya masing-masing yang khas; Arman yang tidak pernah bicara dan raut wajah tanpa ekspresi (baca: tanpa perasaan) bahkan ketika tengah membantai korban di ‘ruang kerja’nya, sementara Maya yang persuasif, menggoda dan menimbulkan simpati, bisa seketika berubah menjadi pembunuh brutal yang mahir menggunakan pisau dan panah dan akan menyadarkan laki-laki manapun bahwa menggoda Maya adalah sebuah kesalahan besar.

Dari kubu protagonis? Tidak jauh beda. Julie Estelle sebagai Ladya dalam film ini seolah mengukuhkan dirinya sebagai spesialis pemeran perempuan tangguh seperti yang telah ia tunjukkan dalam trilogi Kuntilanak. Namun ketika tensi mulai menaik dan semua tokoh diharuskan memutar otak untuk keluar dari rumah Dara, sosok Ladya tidak lantas menjadi sosok ‘berusaha laki-laki’ ala sinetron yang mengatasi semua masalah sendirian dengan wajah yang cool dan muka tetap dicantik-cantikkan walaupun dari ujung kepala sampai ujung kaki berlumuran darah yang membanjiri rumah tersebut, melainkan tetap sebagai manusia yang bisa histeris, menangis dan membutuhkan sosok a shoulder to cry on di tengah kepanikannya. Ario Bayu memainkan karakter Adjie, kakak Ladya (walaupun sejujurnya saya sempat tertawa kecil dan bertanya-tanya, di mana miripnya Adjie dan Ladya?) menjadi sosok kakak yang kalem dan kebapakan, serta tetap berusaha ngemong ke Ladya walaupun hubungan mereka sudah lama memburuk dan ehm, sosok suami yang ganteng tentunya (oh well, nggak penting juga kali ya, hahaha). Sigi Wimala memainkan istri Adjie, Astrid, yang merupakan sosok ibu hamil paling malang yang pernah saya lihat. Bagaimana tidak, dalam kondisi hamil besar dan bahkan tengah menunggu waktu untuk melahirkan, ia terjebak di rumah berpenghuni empat orang gila yang salah satunya mengincar bayi dalam kandungannya dan saat berusaha kabur, ia justru mengalami hal paling tidak disangka-sangka oleh hampir semua orang yang ada di situ. Daniel Mananta, Mike Lucock dan Dendy Subangil masing-masing memerankan Jimmy, Alam dan Eko, tiga sahabat Adjie yang menjadi tim ‘hore’ dalam geng protagonis, bahkan di saat kritis sekalipun, tingkah mereka yang gedubrakan membuat saya tercabik antara ketakutan dan ingin tertawa. Khusus untuk Eko, interaksinya dengan Maya membuat saya semakin percaya bahwa kelemahan terbesar laki-laki terletak pada perempuan! Anyhow, walaupun keenam tokoh ini diperkenalkan secara singkat lewat dialog-dialog pendek di awal film, namun mereka dengan cepat mengundang simpati penonton saat harus berlarian menghindari Dara dan ketiga anaknya.

Rumah Dara yang sebelum ditayangkan di sini sudah melanglang buana ke berbagai festival film internasional ini dengan brilian menampilkan ‘paket komplet’ sebuah film horor: casting yang tepat, make-up realistis, scoring pembangun suasana yang membuat stres, dan plot cerita yang ringan namun tidak mengada-ada ataupun sok tahu. Cipratan darah di lantai, dinding, bahkan sampai ke lensa kamera, organ tubuh yang lepas, make-up babak belur berlumuran darah yang natural menjadi magnet sekaligus teror utama dalam film ini. Seolah belum cukup, scoring film ini menambah tingkat stres penonton, apalagi ketika lagu keroncong Cinta Matiku karya Zeke Khaseli mengalun syahdu namun membangkitkan bulu roma, sukses membuat penonton bertanya: kira-kira siapa lagi yang akan mati dan bagaimana matinya?

Di balik cipratan darah yang menggenangi Rumah Dara, film ini menawarkan sebuah cerita yang simple dan tidak menuntut penonton untuk berpikir terlalu berat. Dan film ini dengan cerdas dan tidak berbelit-belit mengungkapkan alasan mengapa Dara dan ketiga anaknya menawan Ladya dkk. di rumahnya serta berusaha membunuh mereka dengan cara sedemikian sadis, selain faktor bahwa Dara, Adam, Arman dan Maya adalah sosok-sosok psycho yang menganggap membunuh seseorang adalah sebuah hiburan tersendiri.

Walaupun memiliki banyak nilai plus, tentu film ini juga memiliki beberapa kekurangan. Saya agak terganggu dengan adegan saat Ladya dkk. pertama kali bertemu Maya di tengah hujan. Sebenarnya kalau jeli, kita akan menemukan bahwa Maya pun ada di bar tempat Ladya bekerja saat Adjie, Astrid dan ketiga sahabat mereka singgah menjemput Ladya. Namun mengapa dari sekian banyak pengunjung bar, Maya memilih untuk menjerat sekumpulan sahabat ini sebagai mangsa? Yang agak mengganjal juga bagi saya adalah foto-foto Dara dan ketiga anaknya, serta tahun yang tertera di balik foto itu. Apa orang di foto dengan orang yang ada di film ini orang yang sama? Mungkinkah hal ini pertanda bahwa akan ada sekuel yang mungkin bisa menjelaskan tentang masalah foto ini? Ada juga beberapa hal lain yang agak aneh, seperti rompi bertuliskan POLISI yang dipakai salah satu anak buah Letnan Syarief. Attitude polisi yang kok sepertinya bisa-bisanya dikadalin oleh Dara dan ketiga anaknya. Adegan akhir yang sejujurnya agak klise untuk saya. Well, tapi dengan segala kekurangan dan kelebihan film ini, Rumah Dara sebagai film slasher pertama di Indonesia telah berhasil membawa sebuah angin segar bagi perfilman Indonesia, terutama di kancah film horor. Saya sebagai penikmat film berterimakasih pada The Mo Brothers yang telah membawakan sebuah film brilian yang sangat menghibur untuk Indonesia, sekaligus membangkitkan kembali optimisme bahwa di Indonesia masih ada film horor bertanggung jawab yang tidak melibatkan hantu dan sensualisme. Last but not least, semua pencinta film dan yang peduli terhadap perfilman Indonesia sangat disarankan untuk menyaksikan film ini, karena dijamin nggak akan nyesel! Sekedar tips dari saya kalau mau menonton film ini, pastikan bahwa Anda punya jantung yang benar-benar sehat dan kuat, serta mental sekeras baja. Jangan lupa untuk membawa air minum karena Anda pasti akan seret setelah berteriak-teriak sepanjang film, dan jangan membawa makanan ke dalam bioskop karena nggak akan dimakan, either karena keasyikan nonton atau justru karena mual. Terakhir, jangan lupa buang air kecil sebelum nonton karena saya membaca di Twitter @RumahDaraFilm, ada seorang penonton yang ngompol karena menahan pipis :)

Anyhow, selamat menikmati sajian horor sesungguhnya dari Rumah Dara!

P.S: setelah nulis postingan ini, saya ngasih link-nya ke Twitter @RumahDaraFilm, dan ternyata sama pengelola accountnya review ini dibaca dan di-retweet sambil memberi komentar mengenai review saya. Alhamdulillah review saya dibilang bagus. Makasih Mo Brothers dan RumahDaraFilm! :D

6 comments:

tikka said...

bagus banget review nyaaa.. :)
gw jg nge RT blog ini di twitter karena di share sama @RumahDaraFilm
ternyata review nya bagus dan setelah baca ini jadi bikin tambah ngga sabar pengen cepet nonton.. :D

adisty said...

waah, terimakasih ya udah baca reviewnya! Selamat menonton Rumah Dara!

Unknown said...

wow, nice review..
i didn't even notice that maya were on the same bar.

hmhm, gw mau coba jawab ttg foto-foto yg bertanggal..
ini secara ga langsung udah dijelasin sama si dara pas duel trakhir sblom si dara bilang, "enak kaan!!"
coba tonton dan perhatiin lg deh.

adisty said...

terimakasih ya reynaldi!


hmmm... *****SPOILER ALERT*****yang gue tangkep dari kata2 si ibu dara sih, kayanya mereka anggota sekte tertentu yg makan daging manusia makanya nggak bisa mati...
tapi menurut The Mo Brothers sendiri akan ada prekuel dan sekuel yg akan menjelaskan hal-hal yang mungkin belum terjelaskan di Rumah Dara.

Iindaprincess said...

mangstabbb gan

Anonymous said...

reviewnya bgs,btw gue juga udh ntn Rumah Dara.
untuk hal yang belum terungkap mungkin akan dijelaskan ke seQuel dan PreQuelnya.mungkin untuk yg ke tiga dijelaskan asal mula Keluarga DARA(sok Tau)heheheh,kl gue mungkin akan buatnya seperti itu.....

Post a Comment