on Wednesday, December 23, 2009
Oke, jadi akhir-akhir ini rame pemberitaan mengenai Luna Maya yang mencaci maki wartawan infotainment di situs jejaring sosial Twitter. Caci makinya tergolong “seram” karena Luna mengatakan wartawan infotainment lebih rendah derajatnya dari pelacur dan pembunuh. Efek tweet Luna meluas; banyak yang bersimpati pada keadaan Luna, tak jarang yang menuding Luna sebagai pribadi yang dangkal karena mengeluarkan sumpah serapah di ruang publik macam Twitter. Luna menjawab reaksi itu dengan permintaan maaf dan pengumuman bahwa ia menutup account Twitternya. Luna dihadapkan pada sanksi pelanggaran UU ITE.

Kejadian ini bukan yang pertama atau yang baru terjadi. Dulu kita pernah melihat pistol ditembakkan ke udara dan asbak yang melayang akibat tekanan dari wartawan infotainment. Tapi bukan itu yang menjadi titik berat postingan saya, karena saya tidak berminat menggurui dengan segala macam analisis tentang bagaimana seorang artis seharusnya bersikap, seorang wartawan bersikap dan bagaimana interaksi antara artis dan wartawan harusnya terjadi. Postingan saya ingin memfokuskan diri saya pada akar semua permasalahan (atau lebih tepatkah bila disebut perseteruan?) antara Luna dan wartawan infotainment yang mewarnai layar televisi dan menghiasi koran yang kita baca belakangan ini. Di balik adanya tayangan infotainment dan sikap wartawan infotainment yang banyak dikatakan sebagai “memaksa”, ada suatu hal simpel yang luput dari ingatan kita. Akar semua ini adalah gosip. Gosip atau rumor atau desas-desus atau kabar angin dan segala macam sebutan lainnya.
Nggak usah dipungkiri, kata satu ini sudah menjadi makanan sehari-hari bukan cuma untuk artis macam Luna Maya namun juga di kalangan kita-kita ini yang “bukan siapa-siapa” (atau “belum jadi siapa-siapa”). Saya sering mendengar gosip mengenai teman-teman atau orang-orang terdekat saya, orang-orang yang tidak terlalu saya kenal, dan pendeknya siapapun, yang timbul entah karena tidak sengaja atau memang sengaja. Gosip itu kadang besar, kadang kecil, kadang menyebar, kadang tidak, kadang bertahan lama, kadang hanya sementara. Saya nggak akan persoalkan apa yang mendasari gosip bisa menyebar dan kenapa bisa menyebar. Karena saya punya gugatan lain yang lebih daripada itu semua. Yang selama ini saya pertanyakan hanyalah, mengapa pihak-pihak yang secara sengaja atau tidak membantu tersebarnya gosip itu tidak merasa perlu untuk memikirkan perlunya sebuah penegasan, apa fakta sebenarnya sesuai dengan yang mereka ketahui? Apa mereka benar-benar mengetahui hal yang sebenarnya, atau jangan-jangan mereka hanya mendengar selentingan yang dengan leluasa mereka kembangkan sesuka hati? Dan saat objek (baca: orang) yang menjadi bahan gunjingan mendengar dan menggugat, apa mereka tidak pernah merasakan malu karena menyebarkan berita penuh kebohongan yang bedanya tipis sekali dengan fitnah? Dan mengapa saat objek yang bersangkutan menggugat, mereka tanpa malu balik menuding si objek mencari kambing hitam atau mengelak dari tuduhan yang jelas-jelas sebuah kesalahan atau malah balik marah? Self defense-kah? Usaha untuk menutup rasa malu-kah?

Poin terakhir ini saya tangkap betul dari kasus Luna. Luna menggugat tingkah wartawan infotainment dengan tweetnya. Saya tidak akan bilang bahwa apa yang dikatakan Luna adalah hal yang baik, tweetnya pun tidak bisa dikatakan sebagai tweet yang manis. Tapi saya yakin Luna tidak akan meledak tanpa picu yang sepadan. Salahkah jika Luna atau korban-korban gosip murahan itu meledak? Salahkah jika mereka menunjukkan sisi manusianya dengan berhenti menutup mata dan telinga, dan melawan dengan berteriak lantang bahwa mereka tidak terima atas pemberitaan yang tidak masuk akal dan melanggar batas privasi mereka sebagai seorang individu?
Sementara apa yang dilakukan wartawan infotainment, saya mengerti betul profesi mereka yang menuntut untuk mencari berita terbaru, walau saya tidak bisa berkata setuju dengan cara mereka yang terkadang membuat narasumbernya kurang nyaman. Kalaupun ada hal positif yang bisa saya tangkap dari wartawan infotainment ini—terlepas dari bagaimana mereka menyajikan beritanya nanti—adalah mereka masih memiliki inisiatif untuk bertanya pada orang yang tengah mereka bicarakan. Bagi saya mereka lebih patut diberi kredit dibandingkan orang-orang yang tanpa malu menyebar desas-desus tanpa berani mengkonfirmasi dan/atau mempertanggungjawabkan isi omongan mereka pada objek yang mereka bicarakan dan malah menuding balik saat si objek berteriak lantang menggugat. Sampah.
on Friday, November 20, 2009
Darling you got to let me know
Should I stay or should I go?
If you say that you are mine
I’ll be here ’til the end of time
So you got to let me know
Should I stay or should I go?

Always tease tease tease
You’re happy when I’m on my knees
One day is fine, next day is black
So if you want me off your back
Well come on and let me know
Should I stay or should I go?

Should I stay or should I go now?
Should I stay or should I go now?
If I go there will be trouble
An’ if I stay it will be double
So come on and let me know!

This indecision’s bugging me
Esta indecision me molesta
If you don’t want me, set me free
Si no me quieres, librame
Exactly who’m I’m supposed to be
Dime que tengo que ser
Don’t you know which clothes even fit me?
¿sabes que ropas me quedan?
Come on and let me know
Me tienes que decir
Should I cool it or should I blow?
¿me debo ir o quedarme?

Split!
Yo me enfrio o lo sufro

Should I stay or should I go now?
yo me enfrio o lo sufro
Should I stay or should I go now?
yo me enfrio o lo sufro
If I go there will be trouble
Si me voy - va a haber peligro
And if I stay it will be double
Si me quedo es doble
So you gotta let me know
Pero me tienes que decir
Should I cool it or should I go?
yo me enfrio o lo sufro

Should I stay or should I go now?
yo me enfrio o lo sufro
If I go there will be trouble
Si me voy - va a haber peligro
And if I stay it will be double
Si me quedo es doble
So you gotta let me know
Pero me tienes que decir
Should I stay or should I go?
Gue pernah liat ungkapan ini di status Facebook seseorang dan jujur aja, membaca ungkapan ini membuat gue jadi tertawa kecil. Ga kebayang aja gimana rasanya pengen jadi yang terbaik buat semua orang, yang bikin semua orang senang. Maksud gue, oh, c’mon! Apa nggak capek berusaha jadi yang terbaik untuk orang lain tanpa merhatiin perasaan lo sendiri, apa lo senang atau nggak ngelakuinnya?

Gue nggak kebayang aja kalo suatu saat orang ini (yang menulis status ini) ada dalam situasi dia harus memilih. Misalnya, dia harus memilih, let’s say, nemenin orangtuanya yang lagi sakit, atau nemenin pacarnya. Kalau dia mau jadi yang terbaik buat kedua-duanya, berarti dia harus bikin senang dua-duanya kan? Kalau dia mau jadi yang terbaik untuk orangtuanya, dia harus nemenin orangtuanya. Tapi kalau dia mau jadi yang terbaik buat pacarnya, dia harus ikut pacarnya. Terlepas dari apakah orangtuanya atau pacarnya pengertian atau nggak, gue yakin pastilah orang ini akan makan hati sendiri karena nggak bisa menjadi ‘the best for all'
Kalau buat gue, kita nggak perlu jadi orang yang terbaik buat semua orang. Call me pessimist, but I do think that it’s impossible. And yet, kalo lo berusaha jadi yang terbaik buat semua orang, selalu berusaha nyenengin orang, well, I guess it’ll lead you to NOT being you, yang artinya lo bikin diri lo jadi orang lain alias kepribadian yang palsu. Yang harus kita lakukan (mengutip notes dari seorang calon praktisi NLP terkenal, amiiiin), ambillah keputusan yang terbaik untuk saat itu. Yah, walaupun belum tentu keputusan yang terbaik itu menyenangkan untuk semua orang. Dan yang lebih penting adalah, jadi diri sendiri itu lebih menyenangkan daripada jadi orang yang ‘palsu’ supaya disenengin semua orang...
on Monday, November 16, 2009
I can’t cry, I can’t think, I don’t know what exactly I want, I don’t know what I should do, I don’t know how I can make things right. I don’t know what I suppose to do, suppose to say, suppose to see. I know, I know I should be patient, I should wait, I should not cry.

But now I do need is someone whom I can count on. I need someone there for me, not asking me what’s going on, not telling me off what I should/shouldn’t do. All I need now is someone to talk to about things other than my problem, cos I’ve grown tired myself and I don’t know how to cope up with this anymore. But please don’t even try to give me advice, cos I want to solve it by myself, I want to make my own decision, I want to be wounded and I want to heal myself. Questions, advices, lectures, pities won’t help. Talk to me, laugh with me, but don’t remind me about it.

Readers, you may laugh but I burst into tears as I finish wrote this post..
on Saturday, October 31, 2009
Sumpah ya, gue nggak tahu apa kalian juga menemukan orang-orang seperti ini di friendslist Facebook kalian. Tapi kalian pasti tau, selain alay-alay yang menulis status dengan huruf gede-kecil dan angka serta ejaan rekiplik, masih ada orang-orang yang sebenernya nggak kalah menggelikannya, yaitu:

- Orang yang suka nge-LIKE status sendiri. Oke, sebenernya nggak ada yang salah dengan nge-like status sendiri dengan catatan statusnya itu emang bagus dan catchy. Yang bikin kening gue berkerut adalah kalo status yang di-LIKE sebenernya ga penting-penting banget. Kayak: “Gue pengen salad nih, beliin dong!” atau “Hmmmmpfh…” (apaan sih ini, ga penting banget?)

-Orang yang sok berbahasa Inggris, padahal masih celemotan. Wets, jangan salah menilai dulu ya. Gue juga sering nulis status pake bahasa Inggris dan bahasa Inggris gue pun belum sempurna. Tapi orang-orang yang gue kategorikan dalam poin ini adalah orang-orang yang sok nulis status pake bahasa Inggris dengan struktur yang diragukan kebenarannya, serta ejaan yang salah! Boleh percaya boleh nggak, gue pernah nemuin orang yang nulis begini: “I’m getting crazzy because of you” atau “I wanna enjoy my live” atau “XXX *nama si username* is feels sad” atau “I fell the happiness”. Bahkan gue pernah iseng-iseng liat note temen SMA gue, judulnya “Frist Love”. Untung aja gue masih bisa bertahan, kalo nggak bisa-bisa gue udah kejang-kejang.

-Orang dengan username aneh-aneh kaya zaman Friendster. Contohnya -Anii Gembook Cintaa-, -Ekaa Calon Nerakaa-, -Abenk Jga Agnie Kuqh-, Devita Ngek Ngok, Saiia Annchiaa serta beragam nama lain yang bikin orang diare.

Dan yang lebih lucu adalah, ada aja orang-orang yang biar dibilang eksis dan punya banyak temen, mau-maunya approve orang-orang semacam ini di Facebooknya. Sementara gue setelah menahan diri, akhirnya mengeraskan hati gue (lebay) untuk meremove orang-orang ini dari Facebook gue walaupun gue kenal sama orang-orang ini...

Pffft… tolong saya Tuhan…
on Monday, October 26, 2009
You should know
That I love everything in you
I love your hands,
I love your eyes,
I love your smile,
I love your jokes,
I love your kiss,
I love your voice
I love your love
I love the way you stare at me
I love the way you talk to me
I love the way you hold me
I love the way you say those three words
I love the way you smile
I love when you say I'm not fat
Iove when you insist I shouldn't eat instant noodles
I love when you say 'be careful' when I ready to get in the 112
I love when you ask me always to be with you
I love when you tell me not to go far from you
I love when you ask my opinion about which shirt you should buy
I love when you start to tell me your problems

I love you :)
on Thursday, October 8, 2009
The 1st time I said 'hello' to the world
Was the beginning of my journey
To find every puzzle pieces
That'll shape me into the woman I should be.

As the time goes by, I found every pieces I need
And here I am in this moment
My puzzle's almost done, I'm turning into a real woman in few days
The puzzle got only one missing pieces
The ultimate piece I've been looking for since several years
I know, I finally know
As I found you, I found that piece
The one that'll finish the puzzle
The one that'll complete me as a real woman

Oct 8, 2009
-lariza oky adisty-

(Buat yg baca, read at your own risk!)